Benarkah Shalat Mencegah Perbuatan Mungkar dan Keji?
Penulis : Sylvia Nurhadi
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah [2] : 43).
Perintah shalat adalah perintah Allah dalam Al-Qur'an yang paling sering disebutkan. Shalat adalah ibadah ritual yang diawali dengan gerakan Takbiratul Ikhram dan diakhiri dengan salam, dimana di antaranya dilakukan gerakan-gerakan khusus seperti sujud dan ruku’. Shalat pada dasarnya adalah sebuah ibadah dalam rangka mengingat Allah Azza wa Jalla. Allah berfirman bahwa mengingat kebesaran Allah melalui shalat adalah merupakan ibadah yang terbesar keutamaannya.
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).” (QS. Al-Ankabuut [29] : 45).
Namun pada kenyataannya, mengapa di negeri kita tercinta Indonesia yang merupakan negeri berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia ini masih juga banyak terjadi perbuatan keji dan mungkar? Pembunuhan, korupsi, riba, perkosaan, perselingkuhan, pergaulan bebas, hingga kaum perempuan yang dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun memamerkan aurat, dan lain sebagainya masih saja terus saja terjadi.
Padahal pada setiap musim haji, di padang Arafah yang terletak nun jauh di sana, negeri ini selalu menjadi negeri ‘pengekspor’ jama'ah haji terbesar di dunia! Demikian pula pada hari-hari besar Islam seperti Idhul Fitri dan Idhul Adha, bahkan juga pada setiap shalat Jum'at, jama'ah selalu memadati masjid-masjid dan lapangan untuk menunaikan ibadah shalat. Mungkinkah Allah ingkar janji? Atau mungkinkah shalat kita yang salah?
Perbuatan riya adalah perbuatan pamer, perbuatan yang dikerjakan dalam rangka mencari perhatian dan pujian seseorang, bukan mencari ridha Allah SWT. Shalat yang demikian bukan saja amat dibenciNya, namun juga malah mendatangkan kecelakaan. Inilah yang menjadi penyebab mengapa bangsa ini terus saja didera penderitaan dan kesengsaraan. Karena amal perbuatan baik sebesar apa pun, bila dikerjakan tanpa dasar mencari ridhoNya, sama dengan mempersekutukanNya. Maka dengan demikian sia-sialah amalan tersebut.
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Az-Zumar [39] : 65).
Selain itu, agar shalat dapat mencegah kemungkaran, ada lagi persyaratan penting yang wajib dipenuhi, yaitu kekhusyukan. Khusyu’ yang bagaimanakah itu?
Seseorang yang melakukan shalat tanpa keyakinan akan adanya Hari Akhir, Hari Berbangkit, serta Hari Pembalasan, mustahil shalatnya itu dapat mencegahnya dari perbuatan buruk. Allah bahkan berfirman bahwa orang yang tidak meyakini hal tersebut, tempat kembalinya adalah neraka yang menyala-nyala.
”Maka apakah kita tidak akan mati? Melainkan hanya kematian kita yang pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat ini)? Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar. Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja." (QS. Ash-Shaffaat [37] : 58-61).
Dengan demikian, seseorang yang mengerjakan shalat tanpa memiliki keyakinan akan Hari Pembalasan, akhirnya hanya melakukan shalat sebatas ritual, sebatas kebiasaan sehari-hari yang sama sekali tidak mampu memberikan manfaat. Celakanya lagi, Allah memasukkan orang-orang seperti ini ke dalam golongan orang-orang yang Munafik. Dan tempat kembali orang Munafik adalah di dasar neraka jahanam!
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka." (QS. An-Nisa [4] : 145).
Memang tak ada seorang pun manusia yang dapat kembali ke dunia untuk membuktikan bahwa dirinya telah merasakan siksa neraka atau menerima kenikmatan di surga, namun sebagai seorang Mukmin, cukuplah kita meyakini apa yang dikatakan Al-Qur'an dan RasulNya. Maka dengan demikian, disamping shalat kita diterimaNya, shalat pun mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Karena sesungguhnya, bahkan Rasulullah pun, takut akan siksa dan azabNya.
Wallahu a'lam bish-shawab.
NB. : Sumber dari KotaSantri.com, Penulis : Sylvia Nurhadi
Saya dilahirkan 48 tahun yang lalu sebagai anak ke 3 dari 8 bersaudara. Sebagai anak tentara saya sering berpindah-pindah tempat tinggal. Saya menyelesaikan sekolah dasar di SD Besuki Jakarta, pendidikan menengah pertama di Sekolah Indonesia Kuala-Lumpur (SIK), Malaysia sementara SMA saya selesaikan … |
No comments: